Assalamu'alaikum Wr Wb

Pelajarilah ILMU, mempelajarinya karena Allah adalah KHASYAH, Menuntutnya adalah IBADAH, mempelajarinya adalah TASBIH, mencarinya adalah JIHAD, Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahui adalah SHADAQAH, menyerahkan kepada ahlinya adalah TAQARRUB. Ilmu adalah teman dekat dalam kesendirian dan sahabat dalam kesunyian.

Wa'alaikumsalam Wr Wb


Jumat, 21 Mei 2010

Menangislah... dengan Tangisan yg Tulus & Jujur hanya karena-NYA

Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatuh

Kita terlalu sering mendengar tangisan atau menyaksikan linangan air mata, sehingga peristiwa menangis dipandang biasa-biasa saja dalam kehidupan kita.
Padahal, menangis, sungguh merupakan salah satu simbol dari tingkatan spiritualitas seorang hamba, yang tidak hanya terbatas sebagai ekspresi dari rasa bahagia, gembira, terharu, sedih, kecewa, dan menyesal, tapi juga sebagai luapan rasa rindu yang menggebu dari seorang hamba kepada Khalik-nya.

Menangis seharusnya menjadi ungkapan yg paling jujur tentang suara batin manusia, yang melambangkan kepasrahan total seorang hamba pada Rabbnya.

Ada sebuah cerita dari sahabat Ibnu Mas’ud. Suatu saat Rasulullah saw berkata kepadanya, “Bacakan padaku Alquran!”

“Bagaimana mungkin kubacakan Alquran untukmu, bukankah ia turun kepadamu?” jawab Ibnu Mas’ud. “Benar, namun aku ingin sekali mendengarnya dari orang lain,” jawab Rasulullah saw.

Lantas Ibnu Mas’ud pun membaca surah An-Nisa’ hingga ayat (41) berikut:
Bagaimanakah jika dari tiap umat Kami datangkan seorang saksi dan Kami bawa engkau sebagai saksi atas mereka.

Mendengar ayat tadi, Rasulullah pun bersabda, “Cukup, cukup sampai di sini…” Dan tiba2 air mata mengalir dari dua kelopak mata Beliau, menangis (HR. Bukhari).

Itulah sebabnya isak tangis mudah sekali menitis ketika ada kematian seseorang. Menangis adalah fenomena universal yang menghinggapi manusia sejagat. Menangis juga merupakan peristiwa yang sangat manusiawi sekali, yang tidak hanya menimpa kita selaku manusia biasa, tapi juga seorang Nabi — sebagaimana terRekam dalam kisah di atas.

Bahkan, Rasulullah dikenal sebagai orang yang mudah sekali melelehkan air mata, yang juga ketika ditinggal mati isterinya tercinta Siti Khadijah dan anaknya Ibrahim, tanpa meraung dan menjerit-jerit. Sebab, perbuatan itu memang dilarang.

Sebagaimana halnya Rasulullah, bagi kita umat Islam menangis tidak hanya terhenti pada aspek manusiawinya belaka, tapi bagaimana ia juga tetap berdimensi agama, yang memantulkan ketaatan seorang hamba kepada Khalik-nya. Maka menangis menjadi amat sakral, yang semestinya tak pernah ada sebutan “Air Mata Buaya”. Sebab, Buaya-pun belum tentu pernah menangis. Kerana menurut Abdullah Yusuf Ali — penulis The Holy Quran, menangis adalah ungkapan dari perasaan yang benar-benar khusyuk yang mudah tersentuh oleh kebenaran halus dan agung yang datang menyelinap ke dalam kalbu.

Maka berbahagialah orang yang mudah menangis, kerana ia dapat mengecap rahmat Allah, yakni saat-saat di mana ia punya kesempatan untuk mengasah batinnya, menampakkan semangat keimanannya yang kendur, mencerahkan hatinya yang tercemar, dan menjengah kembali posisi kehambaan dirinya yang teramat lemah di hadapan kekuasaan Allah Rabbul ‘Izzah.

Itulah sebabnya Nabi menyuruh kita agar menangis; bila tidak dapat berbuat demikian, teruslah berupaya agar dapat mengeluarkan Air Mata Taubat dan Keinsafan. Sahabat, bagi kita yang susah menangis, menangislah! Namun mengangis di sini haruslah kerana menyesali dosa yang pernah kita perbuat dan menangisi kehidupan diri kita yang selalu terhempas dari kesalahan.

Jatuh cinta tanpa tempat yang benar sehingga menoreh kesedihan, maka menangislah...,
Marah-marah tanpa sebab, menangislah...,
Sebagai suami yang tidak dapat menjadi contoh kepada isteri, menangislah...,
Suami tidak dapat membimbing isteri dengan baik, menangislah...,
Bapak yang tidak dapat menjadi contoh bagi anak-anak, menangislah...,
Ibu yang terlalu banyak bicara tanpa produktiviti dan menyebabkan anak tidak produktif, menangislah...,
Atasan, bawahan, murid, guru, tidak saling menghormati dan menyayangi, menangislah...,
Haji berkali-kali tidak menambah keimanan, menangislah...,
dan segala hal yang bergejolak dalam jiwa mungkin terasa lebih ringan bila terluapkan dalam tangisan...

Mari kita belajar menangis yang tulus dan jujur dari lubuk hati terdalam,
Menangis karena kepasrahan hanya kpd Alloh SWT....,
Sehingga menangisnya penuh keindahan bagi diri dan ummat.
Dan biarlah tangisan itu adalah tangisan yang benar2 membawa kita lebih rapat dan akrab dengan Yang Maha MenTenteramkan hati2…, amin...


Semoga bermanfaat...

Wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh...

Tidak ada komentar: